Istilah sinagoga
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “perkumpulan.” Dalam Alkitab, sinagoga
menunjuk pada suatu kelompok yang berkumpul bersama untuk beribadat. Tidak
dapat dipastikan kapan tepatnya pertemuan yang disebut sinagoga itu dimulai,
tetapi ada kemungkinan setelah Babel mengalahkan Yehuda dan mengangkut banyak
penduduknya ke tanah pembuangan tahun 586SM (keterangan pada 1:6b-11: pada waktu pembuangan ke Babel: pada tahun
586/587 SM, pasukan Babel menaklukan dan menghancurkan Kota Yerusalem. Mereka
menjarah benda-benda suci dari Bait Allah dan membuang orang Yahudi yang
tinggal di kota dan sekitarnya ke Babel masa pembuangan itu berakhir pada tahun
538SM ketika bangsa Persia mengalahkan Babel dan mengizinkan orang Yahudi
pulang ke tanah airnya di Yudea). Ketika berada di tanah Babel, orang Israel
tidak dapat beribadat dan mempersembahkan kurban di Bait Allah di Yerusalem sehingga mereka terpaksa mencari
cara lain agar tetap dapat beribadat.
Orang Yahudi
kemudian juga mulai berpindah ke daerah-daerah lain, terutama ke Mesir, Yunani,
dan daerah yang sekarang disebut Turki dan Rusia bagian selatan. Di situ mereka
mulai berkumpul untuk beribadat, belajar, dan menjaga identitas kelompok
mereka. Pertemuan ini disebut sinagoga. Orang-orang Yahudi yang tetap tinggal
di Palestina terus melakukan pertemuan seperti itu, juga ketika raja-raja
dinasti Seleukus berusaha memaksa mereka menyembah dewa-dewi Yunani. Sala hsatu
raja dari dinasti ini, Antiokhus IV Epifanes (memerintah Palestina tahun
175-164 SM), menyebut diri sebagai dewa, sebagaimana dilakukan oleh Aleksancer
Agung sebelumnya. Imam-imam Yahudi dari keluarga Makabe memimpin pemberontakan
melawan Antiokhus. Mereka berhasil memerdekakan orang Yahudi dan memimpin
negeri itu. Akan tetapi, tingkah laku para pemimpin dari keluarga Makabe
kemudian menimbulkan perpecahan di kalangan rakyat. Sebagian penduduk bahkan
tidak bersedia pergi ke Bait Allah untuk beribadat. Mereka lebih suka berkumpul
di rumah-rumah dan tempat-tempat umum untuk mempelajari Kitab Suci demi
menemukan makna kehidupan sejati mereka sebagai umat Allah.
Demikianlah
situasi masyarakat pada masa Yesus (Mrk. 1:21, 6:2) dan zaman para rasul (Kis.
1:12-14, 9:2-20, 13:5). Tempat-tempat pertemuan orang Yahudi di luar Palestina
lalu dikenal sebagai “tempat sembahyang” (Kis. 16:16). Setelah pasukan Roma
menghancurkan Bait Allah Yerusalem pada tahun 70, imam-imam Bait Allah tidak
dapat lagi memimpin ibadat. Dengan hilangnya Bait Allah sinagoga-sinagoga
menjadi hal yang paling penting bagi peribadatan Yahudi dan kehidupan komunitas
itu di daerah-daerah sekitar Laut Tengah. Orang-orang Yahudi senantiasa
berkumpul di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, demikian halnya dengan Paulus
di Efesus (Kis. 19:8-10). Baru mulai abad ke-2 dan ke-3, rumah-rumah mulai
ditaa secara khusus untuk ibadat. Sejak saat itu juga, tempat-tempat pertemuan
yang dikhususkan untuk beribadat mulai dibangun. Tempat-tempat pertemuan itu
kemudian juga disebut sinagoga. Reruntuhan sinagoga-sinagoga tersebut sampai
sekarang masih dapat dijumpai di berbagai tempat di Israel dan daerah-daerah di
sekitar Laut Tengah.
Sumber: Alkitab Edisi Studi. Halaman 1567
Tidak ada komentar:
Posting Komentar